Kehidupan memang selalu mengagumkan, misterius dan luar biasa. Membangkitkan diri untuk menjadi pribadi yang jauh lebih baik melalui cobaan yang terkadang terlalu dashyat. Masalah yang menimpa Nita, begitu panggilannya, membuat dirinya belajar untuk menjadi seorang gadis yang tegar dan sabar. Nita adalah pelajar kelas 3 disebuah sekolah menengah pertama di Jakarta. Ia adalah anak terakhir dari 4 bersaudara di keluarganya. Kedua kakak pertamanya sudah menikah dan tinggal tidak jauh dari rumah kedua orang tuanya, tempat dimana Nita pun tinggal.
"Ayo Nit masuk! Kamu mau sampai kapan duduk disini terus-menerus?" Ajak Andrea, kakak pertama Nita.
"Kak Drea?"
"Kakak punya kabar gembira untuk kamu Nit, Alin hamil, kamu akan menjadi semakin tua karena keponakan mu akan menambah satu."
Alin adalah kakak kedua dari Nita, dan adik bagi Andrea. Namun kabar gembira yang diberikan oleh Andrea tidak di gubris oleh Nita. Ia masih merasakan kesedihan yang begitu mendalam. Kejadian yang tidak pernah ia sangka-sangka akan terjadi dalam hidupnya. Kehilangan seorang ayah dan kekasih hati, Dimas.
"Nit? Kak Drea lagi ngomong, kok kamu gak merhatiin aku sih? Kamu gak senang ya kalau Alin sekarang hamil? Apa jangan-jangan kamu belum siap kalau makin tua?" Drea berusaha mengeluarkan ejek-ejekannya seperti biasa, berusaha membuat Nita tersenyum kembali. Namun Nita sama sekali tidak memperhatikan setiap kata yang keluar dari bibir Andrea. Dengan bijak, Andrea memegang kedua bahu Nita, memutarkan badannya kearahnya. Melihat matanya yang masih basah dan rambutnya yang begitu kusut.
"Sejak kapan kakak punya adik kumel dan lusuh kayak kamu begini?"
"Kak Dre, tinggalin aku."
"Nit, dengar ya, kamu harus tegar dan terima kenyataan. Kamu mau nunjukin keadaan lusuh dan terpuruk kayak begini ke papa sama Dimas, iya? Mereka itu masih ada bersama kita, mereka melihat kita. Kalau kamu begini terus, mereka juga akan sedih, mereka gak akan tenang disana."
"Gimana caranya aku bisa tegar kak? Dua orang yang paling aku sayang diambil sekaligus dan bahkan aku gak bisa menghadiri pemakaman Dimas dan ngasih penghormatan terakhir untuknya. Kak Drea gak ngerti gimana sakitnya."
"Kamu pasti bisa. Semua adik kak Dre itu semuanya hebat, termasuk kamu. Sudah 3 bulan keadaan kamu kayak gini, bahkan gaun itu masih kamu pakai. Kamu terlihat seperti seorang anak yang tidak terawat, Nit. Kamu mau disangka kekurangan gizi sama tetangga?"
"Aku lebih baik begini kak. Semakin lama aku akan semakin kurus. Aku akan sakit dan menyusul papa dan Dimas."
"Kamu diajarin siapa sih ngomong kaya begitu? Papa juga gak pernah ngajarin kita untuk jadi seorang anak yang lemahkan? Dimas juga pasti gak akan suka kalau mendengar omongan kamu barusan."
"Udah kak, tinggalin aku!" Ia melepaskan tangan Andrea dari bahunya.
"Dengerin aku, udah waktunya kamu tahu tentang kebatalan pernikahan aku yang pertama."
Dengan wajah bingung, Nita membalikkan wajahnya ke arah Andrea yang begitu tampan. Ia melihatnya dengan penuh kebingungan. "Maksud kak Dre?"
"Aku bohong. Pernikahan kak Dre batal bukan karena ketidakcocokkan Nit, tapi aku ditinggal pergi. Waktu itu kalian semua lagi di New York, kak Dre gak mau mama papa tahu. Cuma Alin yang tahu tentang ini. Dan kak Dre pikir, kamu juga butuh tahu. Supaya kamu juga bisa belajar dan gak ngira kalau cuma kamu di dunia ini yang terpuruk."
"Kak? Maksudnya?"
"Waktu itu papa lagi bertugaskan di New York. Sedangkan kamu, masih kelas 1 SMP. Kak Dre udah nyiapin segala sesuatu hal yang dibutuhkan untuk pernikahan, semua sudah beres. Tiba-tiba sehari sebelumnya, kak Dre di telpon kak Sinta. Dia minta maaf karena dia sudah menikah seminggu yang lalu dengan seorang pria yang menurut dia lebih mapan dari kak Dre. Keluarganya mendukung, tapi kak Dre bersyukur waktu itu."
Nita terkejut. "BENERAN KAK? Kok malah bersyukur?"
"Iya, kak Dre bersyukur. Karena kakak gak jadi nikah sama orang yang ternyata cuma mentingin harta. Dia terlalu matre, Nit. Waktu itu kakak masih nyelesaiin skripsi, mau sidang seminggu ke depannya. Entah gimana rasanya waktu itu, kak Dre juga bingung harus gimana. Langsung kak Dre nelpon mama dan bilang gak jadi menikah. Kak Dre ngejelasin ke mama dengan alasan-alasan yang kakak buat sendiri, untungnya mama bisa mengerti. Dan waktu itu jadinya kalian gak jadi pulangkan?"
"Tapi kenapa kakak bohong? Kak Dre terlalu baik untuk nutupin orang sejahat itu kak. Dia udah ninggalin kakak, bahkan udah nikah sama orang lain disaat kak Dre mau skripsi. Itu kurang ajar kak, terlalu keterlaluan."
"Gak. Kamu gak boleh berpikiran kayak begitu. Meski pun kita disakitin sama orang lain, seberapa sakitnya, kita harus tetap berbuat baik sama orang itu. Suatu hari dia pasti akan nyesel karena udah nyakitin kita karena kebaikan kita. Hidup ini terlalu berharga Nit kalau cuma untuk saling menyakiti. Tapi pada akhirnya, Sinta betul-betul ninggalin kak Dre. Selamanya."
"Maksud kak Dre? Kakak begitu kuat. Aku malu sama kak Dre."
Dengan senyum kecilnya yang begitu manis, Andrea melihat wajah adiknya yang sedang menunduk. Ia kemudian mengeluskan tangannya ke kepala Nita.
"Iya, ternyata laki-laki yang dinikahi Sinta itu seorang psikopat. Sebulan setelah mereka menikah, Sinta selalu diperlakukan kasar sama suaminya. Bahkan setiap Sinta minta cerai, suaminya selalu mengurungnya di kamar seharian. Mungkin ia terlalu lemah dan membatin, sampai akhirnya Sinta meninggal pas di hari kak Dre lagi wisuda. Sebulan belum cukup untuk ngelupain Sinta begitu aja, Nit. Kak Dre masih terlalu sayang sama Sinta, meski dia sudah menikah. Sejak Sinta nikah, kakak gak pernah mengjalin komunikasi lagi sama dia, termasuk keluarganya, karena larangan suaminya. Sampai di hari kak Dre wisuda, kakak dapat kabar dari mamanya Sinta kalau dia meninggal. Hari itu kakak bingung harus pilih apa. Memilih untuk mengorbankan hari terbesar kakak untuk orang yang kak Dre sayang atau mengorbankan orang yang paling kak Dre sayang demi hari terbesar kakak."
"Akhirnya kak Dre pilih yang mana?"
"Kak Dre terpaksa milih ngorbanin orang yang paling kak Dre sayang demi hari terbesar kakak."
"Tapi kenapa kak?"
"Karena kakak lebih memilih keluarga sendiri. Mama sama papa pasti ingin ngeliat anaknya tersenyum bahagia dengan toga dikepalanya. Mereka pasti gak akan senang melihat anaknya sendiri sedih berkepanjangan."
"Tapi kak Dre ngorbanin perasaan kakak sendiri. Kak Dre munafik."
"Kak Dre memang munafik waktu itu. Tapi kemunafikan kakak terkalahkan dengan melihat kebahagiaan di wajah mama dan papa. Kakak belajar untuk menegarkan diri. Susah rasanya, tapi kehidupan mengajarkan kakak banyak hal untuk melakukan itu. Dan kamu, harus bisa membuka mata dan melihat hal lain yang lebih luar biasa yang selama ini gak terlihat sama kamu."
"Tapi kak, Dimas dan papa meninggal di hari yang sama. Di hari ulang tahun ku. Dan bahkan aku gak bisa datang ke pemakaman Dimas karena pemakaman papa dam Dimas bersamaan. Aku sayang keduanya. Aku gak sempat ngasih penghormatan terakhir untuk Dimas, kak."
"Kamu harus yakin sama diri kamu sendiri, pasti akan ada berbagai macam kejutan atas nama kebahagian yang akan datang untuk kamu. Hidup juga gak senang melihat penghuninya kayak kamu. Hidup gak akan membuka dirinya untuk seseorang yang menutupi dirinya secara terus-menerus. Apa lagi kamu masih muda, perjalanan hidup kamu masih sangat panjang."
"Kak Drea benar. Aku terlalu menutupi diri karena aku terlalu sedih, aku terlalu berlebihan, aku terlalu lemah. Hidup pasti gak suka sama aku yang kayak begini, apa lagi papa sama Dimas."
Andrea tersenyum. "Ingat Nit, kamu gak pernah sendirian. Ada keluarga kamu yang selalu ada untuk kamu. Apa lagi Aldo sama Lala, sahabat kamu itu. Pasti mereka udah kangen sama kamu yang jail."
"Yaampun kak! Selama 3 bulan ini aku gak ngehubungin mereka. Mana ya mereka?."
"Tuh kan. Ayo cepat hubungin mereka, pasti mereka sedih deh di lupain sementara sama kamu."
"Kak Dre, makasi banyak ya." Nita memeluk kencang kakaknya. Senyum yang selama 3 bulan ini tidak pernah terlihat di wajahnya kini terlihat kembali.
"Kamu kan adik kak Drea yang paling manis, kemanisan kamu akan hilang kalau kamu lusuh begitu. Hayo, kamu udah berapa tahun gak mandi? Bajunya juga ga ganti. Ih kamu jorok banget. Aku gak mau mengakui kamu sebagai adik ah."
"Kak Dre lebay banget sih, gak sampai bertahun-tahun kali. Masa aku gak diakuin jadi adik sih? Jahat banget kak Dre! Tapi aku beruntung dikasih kakak kayak kak Dre, walau kadang menyebalkan."
"Aku juga beruntung punya adik lusuh yang sekarang bisa senyum lagi kayak kamu. Pasti papa sama Dimas bangga sama kamu yang sekarang."
Pelukan hangat Andrea menenangkan Nita. Ia tak pernah menyangka ternyata hidup itu begitu luar biasa dengan orang-orang luar biasa yang selalu ada disampingnya.
"Yuk masuk! Semuanya udah nungguin kamu tuh di dalam." ajak Andrea.
"Nunggu aku? Emang ada acara apa kak?"
"Makannya jangan cuma duduk disini aja kerjaannya, 3 bulan disini gak bosen apa kamu? Gak tahu berita disekeliling. Payah! Mereka juga kangen sama kamu yang dulu, makannya nungguin kamu. Berharap usaha kak Dre berhasil dan ternyata, berhasilkan?"
"Ih kak Dre kok nyebelin sih? Ayo deh kita masuk kak!"
"Sebentar, aku tutup mata kamu dulu."
"Buat apa sih kak? Udah kayak apaan aja deh aku."
"Acara selamat datang kembali untuk kamu Nit. Kan sekarang rumah kamu cuma di kursi ini, udah kayak nenek-nenek, ngelamun aja kerjaannya."
"Ih apa sih kak. Yauda tutup cepetan! Aku udah gak sabar ketemu kak Alin yang lagi hamil."
Dengan sigap, Andrea segera menutup mata Nita dengan kain hitam yang cukup tebal agar Nita tidak bisa mengintip. Perlahan-lahan ia mulai membuka pintu dan memberikan aba-aba kepada yang lain.
"Kamu udah siap yaa, Nit?"
"Ada apa sih kak? Aku penasaran deh jadinya."
Kemudian ...
"SURPRISEEEE!" teriak yang lain.
"Selamat ulang tahun, Nit." Teriak Aldo.
"Nitaaaa si anak lusuh, selamat ulang tahun." Sahut Lala.
"Mama senang deh bisa lihat senyum kamu yang menenangkan itu lagi. Kamu terlihat lebih cantik. Selamat ulang tahun sayang." Timpal mama.
Dengan senyum yang begitu lebar, Nita melihat kearah Andrea. Sudah lama sekali ia tidak merasakan kebahagiaan seperti ini. Bersama keluarga sama sahabatnya.
"Hari ini ulang tahun ku? Aku sendiri kok bisa lupa ya?" Tanya Nita.
"Makannya jangan menutup diri." Bisik Andrea.
"Kak Drea benar. Hidup ga akan membuka dirinya untuk penghuni kayak aku, yang menutupi dirinya. Pas aku membuka diri ku untuk memulai hidup dengan sebuah kebahagian, hidup ini memulainya dengan kebahagian yang begitu luar biasa, kak."
Andrea hanya tersenyum. Begitu juga yang lain. Nita kini menjalani hidupnya dengan orang-orang yang menyayangi dirinya, begitu juga dirinya. Yang begitu menyayangin orang-orang yang mencintainya. Dan ia pun yakin, bahwa Dimas dan papanya pun selalu ada disampingnya, melihatnya tumbuh dewasa untuk menjadi seseorang yang sukses.
"Ayo Nit masuk! Kamu mau sampai kapan duduk disini terus-menerus?" Ajak Andrea, kakak pertama Nita.
"Kak Drea?"
"Kakak punya kabar gembira untuk kamu Nit, Alin hamil, kamu akan menjadi semakin tua karena keponakan mu akan menambah satu."
Alin adalah kakak kedua dari Nita, dan adik bagi Andrea. Namun kabar gembira yang diberikan oleh Andrea tidak di gubris oleh Nita. Ia masih merasakan kesedihan yang begitu mendalam. Kejadian yang tidak pernah ia sangka-sangka akan terjadi dalam hidupnya. Kehilangan seorang ayah dan kekasih hati, Dimas.
"Nit? Kak Drea lagi ngomong, kok kamu gak merhatiin aku sih? Kamu gak senang ya kalau Alin sekarang hamil? Apa jangan-jangan kamu belum siap kalau makin tua?" Drea berusaha mengeluarkan ejek-ejekannya seperti biasa, berusaha membuat Nita tersenyum kembali. Namun Nita sama sekali tidak memperhatikan setiap kata yang keluar dari bibir Andrea. Dengan bijak, Andrea memegang kedua bahu Nita, memutarkan badannya kearahnya. Melihat matanya yang masih basah dan rambutnya yang begitu kusut.
"Sejak kapan kakak punya adik kumel dan lusuh kayak kamu begini?"
"Kak Dre, tinggalin aku."
"Nit, dengar ya, kamu harus tegar dan terima kenyataan. Kamu mau nunjukin keadaan lusuh dan terpuruk kayak begini ke papa sama Dimas, iya? Mereka itu masih ada bersama kita, mereka melihat kita. Kalau kamu begini terus, mereka juga akan sedih, mereka gak akan tenang disana."
"Gimana caranya aku bisa tegar kak? Dua orang yang paling aku sayang diambil sekaligus dan bahkan aku gak bisa menghadiri pemakaman Dimas dan ngasih penghormatan terakhir untuknya. Kak Drea gak ngerti gimana sakitnya."
"Kamu pasti bisa. Semua adik kak Dre itu semuanya hebat, termasuk kamu. Sudah 3 bulan keadaan kamu kayak gini, bahkan gaun itu masih kamu pakai. Kamu terlihat seperti seorang anak yang tidak terawat, Nit. Kamu mau disangka kekurangan gizi sama tetangga?"
"Aku lebih baik begini kak. Semakin lama aku akan semakin kurus. Aku akan sakit dan menyusul papa dan Dimas."
"Kamu diajarin siapa sih ngomong kaya begitu? Papa juga gak pernah ngajarin kita untuk jadi seorang anak yang lemahkan? Dimas juga pasti gak akan suka kalau mendengar omongan kamu barusan."
"Udah kak, tinggalin aku!" Ia melepaskan tangan Andrea dari bahunya.
"Dengerin aku, udah waktunya kamu tahu tentang kebatalan pernikahan aku yang pertama."
Dengan wajah bingung, Nita membalikkan wajahnya ke arah Andrea yang begitu tampan. Ia melihatnya dengan penuh kebingungan. "Maksud kak Dre?"
"Aku bohong. Pernikahan kak Dre batal bukan karena ketidakcocokkan Nit, tapi aku ditinggal pergi. Waktu itu kalian semua lagi di New York, kak Dre gak mau mama papa tahu. Cuma Alin yang tahu tentang ini. Dan kak Dre pikir, kamu juga butuh tahu. Supaya kamu juga bisa belajar dan gak ngira kalau cuma kamu di dunia ini yang terpuruk."
"Kak? Maksudnya?"
"Waktu itu papa lagi bertugaskan di New York. Sedangkan kamu, masih kelas 1 SMP. Kak Dre udah nyiapin segala sesuatu hal yang dibutuhkan untuk pernikahan, semua sudah beres. Tiba-tiba sehari sebelumnya, kak Dre di telpon kak Sinta. Dia minta maaf karena dia sudah menikah seminggu yang lalu dengan seorang pria yang menurut dia lebih mapan dari kak Dre. Keluarganya mendukung, tapi kak Dre bersyukur waktu itu."
Nita terkejut. "BENERAN KAK? Kok malah bersyukur?"
"Iya, kak Dre bersyukur. Karena kakak gak jadi nikah sama orang yang ternyata cuma mentingin harta. Dia terlalu matre, Nit. Waktu itu kakak masih nyelesaiin skripsi, mau sidang seminggu ke depannya. Entah gimana rasanya waktu itu, kak Dre juga bingung harus gimana. Langsung kak Dre nelpon mama dan bilang gak jadi menikah. Kak Dre ngejelasin ke mama dengan alasan-alasan yang kakak buat sendiri, untungnya mama bisa mengerti. Dan waktu itu jadinya kalian gak jadi pulangkan?"
"Tapi kenapa kakak bohong? Kak Dre terlalu baik untuk nutupin orang sejahat itu kak. Dia udah ninggalin kakak, bahkan udah nikah sama orang lain disaat kak Dre mau skripsi. Itu kurang ajar kak, terlalu keterlaluan."
"Gak. Kamu gak boleh berpikiran kayak begitu. Meski pun kita disakitin sama orang lain, seberapa sakitnya, kita harus tetap berbuat baik sama orang itu. Suatu hari dia pasti akan nyesel karena udah nyakitin kita karena kebaikan kita. Hidup ini terlalu berharga Nit kalau cuma untuk saling menyakiti. Tapi pada akhirnya, Sinta betul-betul ninggalin kak Dre. Selamanya."
"Maksud kak Dre? Kakak begitu kuat. Aku malu sama kak Dre."
Dengan senyum kecilnya yang begitu manis, Andrea melihat wajah adiknya yang sedang menunduk. Ia kemudian mengeluskan tangannya ke kepala Nita.
"Iya, ternyata laki-laki yang dinikahi Sinta itu seorang psikopat. Sebulan setelah mereka menikah, Sinta selalu diperlakukan kasar sama suaminya. Bahkan setiap Sinta minta cerai, suaminya selalu mengurungnya di kamar seharian. Mungkin ia terlalu lemah dan membatin, sampai akhirnya Sinta meninggal pas di hari kak Dre lagi wisuda. Sebulan belum cukup untuk ngelupain Sinta begitu aja, Nit. Kak Dre masih terlalu sayang sama Sinta, meski dia sudah menikah. Sejak Sinta nikah, kakak gak pernah mengjalin komunikasi lagi sama dia, termasuk keluarganya, karena larangan suaminya. Sampai di hari kak Dre wisuda, kakak dapat kabar dari mamanya Sinta kalau dia meninggal. Hari itu kakak bingung harus pilih apa. Memilih untuk mengorbankan hari terbesar kakak untuk orang yang kak Dre sayang atau mengorbankan orang yang paling kak Dre sayang demi hari terbesar kakak."
"Akhirnya kak Dre pilih yang mana?"
"Kak Dre terpaksa milih ngorbanin orang yang paling kak Dre sayang demi hari terbesar kakak."
"Tapi kenapa kak?"
"Karena kakak lebih memilih keluarga sendiri. Mama sama papa pasti ingin ngeliat anaknya tersenyum bahagia dengan toga dikepalanya. Mereka pasti gak akan senang melihat anaknya sendiri sedih berkepanjangan."
"Tapi kak Dre ngorbanin perasaan kakak sendiri. Kak Dre munafik."
"Kak Dre memang munafik waktu itu. Tapi kemunafikan kakak terkalahkan dengan melihat kebahagiaan di wajah mama dan papa. Kakak belajar untuk menegarkan diri. Susah rasanya, tapi kehidupan mengajarkan kakak banyak hal untuk melakukan itu. Dan kamu, harus bisa membuka mata dan melihat hal lain yang lebih luar biasa yang selama ini gak terlihat sama kamu."
"Tapi kak, Dimas dan papa meninggal di hari yang sama. Di hari ulang tahun ku. Dan bahkan aku gak bisa datang ke pemakaman Dimas karena pemakaman papa dam Dimas bersamaan. Aku sayang keduanya. Aku gak sempat ngasih penghormatan terakhir untuk Dimas, kak."
"Kamu harus yakin sama diri kamu sendiri, pasti akan ada berbagai macam kejutan atas nama kebahagian yang akan datang untuk kamu. Hidup juga gak senang melihat penghuninya kayak kamu. Hidup gak akan membuka dirinya untuk seseorang yang menutupi dirinya secara terus-menerus. Apa lagi kamu masih muda, perjalanan hidup kamu masih sangat panjang."
"Kak Drea benar. Aku terlalu menutupi diri karena aku terlalu sedih, aku terlalu berlebihan, aku terlalu lemah. Hidup pasti gak suka sama aku yang kayak begini, apa lagi papa sama Dimas."
Andrea tersenyum. "Ingat Nit, kamu gak pernah sendirian. Ada keluarga kamu yang selalu ada untuk kamu. Apa lagi Aldo sama Lala, sahabat kamu itu. Pasti mereka udah kangen sama kamu yang jail."
"Yaampun kak! Selama 3 bulan ini aku gak ngehubungin mereka. Mana ya mereka?."
"Tuh kan. Ayo cepat hubungin mereka, pasti mereka sedih deh di lupain sementara sama kamu."
"Kak Dre, makasi banyak ya." Nita memeluk kencang kakaknya. Senyum yang selama 3 bulan ini tidak pernah terlihat di wajahnya kini terlihat kembali.
"Kamu kan adik kak Drea yang paling manis, kemanisan kamu akan hilang kalau kamu lusuh begitu. Hayo, kamu udah berapa tahun gak mandi? Bajunya juga ga ganti. Ih kamu jorok banget. Aku gak mau mengakui kamu sebagai adik ah."
"Kak Dre lebay banget sih, gak sampai bertahun-tahun kali. Masa aku gak diakuin jadi adik sih? Jahat banget kak Dre! Tapi aku beruntung dikasih kakak kayak kak Dre, walau kadang menyebalkan."
"Aku juga beruntung punya adik lusuh yang sekarang bisa senyum lagi kayak kamu. Pasti papa sama Dimas bangga sama kamu yang sekarang."
Pelukan hangat Andrea menenangkan Nita. Ia tak pernah menyangka ternyata hidup itu begitu luar biasa dengan orang-orang luar biasa yang selalu ada disampingnya.
"Yuk masuk! Semuanya udah nungguin kamu tuh di dalam." ajak Andrea.
"Nunggu aku? Emang ada acara apa kak?"
"Makannya jangan cuma duduk disini aja kerjaannya, 3 bulan disini gak bosen apa kamu? Gak tahu berita disekeliling. Payah! Mereka juga kangen sama kamu yang dulu, makannya nungguin kamu. Berharap usaha kak Dre berhasil dan ternyata, berhasilkan?"
"Ih kak Dre kok nyebelin sih? Ayo deh kita masuk kak!"
"Sebentar, aku tutup mata kamu dulu."
"Buat apa sih kak? Udah kayak apaan aja deh aku."
"Acara selamat datang kembali untuk kamu Nit. Kan sekarang rumah kamu cuma di kursi ini, udah kayak nenek-nenek, ngelamun aja kerjaannya."
"Ih apa sih kak. Yauda tutup cepetan! Aku udah gak sabar ketemu kak Alin yang lagi hamil."
Dengan sigap, Andrea segera menutup mata Nita dengan kain hitam yang cukup tebal agar Nita tidak bisa mengintip. Perlahan-lahan ia mulai membuka pintu dan memberikan aba-aba kepada yang lain.
"Kamu udah siap yaa, Nit?"
"Ada apa sih kak? Aku penasaran deh jadinya."
Kemudian ...
"SURPRISEEEE!" teriak yang lain.
"Selamat ulang tahun, Nit." Teriak Aldo.
"Nitaaaa si anak lusuh, selamat ulang tahun." Sahut Lala.
"Mama senang deh bisa lihat senyum kamu yang menenangkan itu lagi. Kamu terlihat lebih cantik. Selamat ulang tahun sayang." Timpal mama.
Dengan senyum yang begitu lebar, Nita melihat kearah Andrea. Sudah lama sekali ia tidak merasakan kebahagiaan seperti ini. Bersama keluarga sama sahabatnya.
"Hari ini ulang tahun ku? Aku sendiri kok bisa lupa ya?" Tanya Nita.
"Makannya jangan menutup diri." Bisik Andrea.
"Kak Drea benar. Hidup ga akan membuka dirinya untuk penghuni kayak aku, yang menutupi dirinya. Pas aku membuka diri ku untuk memulai hidup dengan sebuah kebahagian, hidup ini memulainya dengan kebahagian yang begitu luar biasa, kak."
Andrea hanya tersenyum. Begitu juga yang lain. Nita kini menjalani hidupnya dengan orang-orang yang menyayangi dirinya, begitu juga dirinya. Yang begitu menyayangin orang-orang yang mencintainya. Dan ia pun yakin, bahwa Dimas dan papanya pun selalu ada disampingnya, melihatnya tumbuh dewasa untuk menjadi seseorang yang sukses.
Sumber : Melati Mela


0 komentar:
Posting Komentar